“Nama?”
“Kodrat.”
“Kodrat.”
“Nama lengkap?”
“Itu sudah lengkap.”
“Itu sudah lengkap.”
“Tempat, tanggal lahir?”
“Jakarta, 26 Maret 1993.”
“Jakarta, 26 Maret 1993.”
”Sudah menikah?”
”Belum.”
”Belum.”
”Agama?”
”Agama orangtua.”
”Agama orangtua.”
”Maksudnya?”
”Islam tradisi.”
”Islam tradisi.”
”Mana ada yang begitu.”
”Ada. Banyak. Dimana-mana.”
”Ada. Banyak. Dimana-mana.”
“Kok bisa?”
“Tradisi beragama.”
“Tradisi beragama.”
“Saya tidak mengerti.”
“Anak bapak Islam karena bapak Islam. Apa namanya kalau bukan tradisi?”
“Anak bapak Islam karena bapak Islam. Apa namanya kalau bukan tradisi?”
”Ada yang lebih sederhana?”
”Islam keturunan.”
”Islam keturunan.”
”Jangan macam-macam kamu ya!”
”Ganti saja pertanyaannya.”
”Ganti saja pertanyaannya.”
”Bagaimana?”
”Jangan tanya saya agama. Ganti agama dengan keyakinan. Bisa kan?”
”Jangan tanya saya agama. Ganti agama dengan keyakinan. Bisa kan?”
”Apa bedanya?”
”Tanya saja.”
”Tanya saja.”
”Keyakinanmu apa memangnya?”
”Ketuhanan yang Maha Esa.”
”Ketuhanan yang Maha Esa.”
”Lalu, agamamu?”
”Boleh saya bilang tak beragama?”
”Boleh saya bilang tak beragama?”
“Mana bisa percaya Tuhan tapi tak beragama.”
”Bisa, karena saya tidak mati rasa.”
”Bisa, karena saya tidak mati rasa.”
”Aneh kamu.”
”Dunia memang aneh kok, Pak.”
”Dunia memang aneh kok, Pak.”
”Kamu baca kitab suci?”
”Ya. Al-quran, Injil, Taurat. Baru tiga yang saya baca. Belum ada yang saya kaji. Mungkin nanti.”
”Ya. Al-quran, Injil, Taurat. Baru tiga yang saya baca. Belum ada yang saya kaji. Mungkin nanti.”
“Saya tulis Islam saja ya?”
“Sesuka bapak lah.”
“Sesuka bapak lah.”
“Kenapa tidak pilih saja agama yang kamu mau?”
”Karena terlalu banyak pilihan. Padahal Tuhan Cuma satu. Mungkin nanti, kalau saya sudah mengenal lebih dekat Muhammad, Yesus, Sidharta dan yang lainnya.”
”Karena terlalu banyak pilihan. Padahal Tuhan Cuma satu. Mungkin nanti, kalau saya sudah mengenal lebih dekat Muhammad, Yesus, Sidharta dan yang lainnya.”
”Bagaimana kamu mengenalnya?”
”Mengkaji kitab-kitab yang dibawa mereka mungkin bisa membantu. Tapi nanti lah, kalau ada waktu.”
”Mengkaji kitab-kitab yang dibawa mereka mungkin bisa membantu. Tapi nanti lah, kalau ada waktu.”
“Sakit jiwa kamu.”
“Anggap saja begitu.”
“Anggap saja begitu.”
“Alamat?”
“Bapak lebih tahu. Kapan KTP saya jadi?”
“Bapak lebih tahu. Kapan KTP saya jadi?”
”Makasih, Pak.”
wisss, keren nih. :)
BalasHapus