Sabtu, 25 Desember 2010

Kopi Pahit


Wulan selalu dapat menikmati kopi hitamnya, tanpa gula. Baginya, gula hanya merusak aroma. Merusak rasa yang memiliki kodratnya sendiri. Membuatnya mirip palsu. Ia benci kepalsuan.

***

“Pelacur! Pergi kau dari sini!”

“Pelacur tidur dengan sembarang pria. Aku hanya tidur dengannya.”

“Tarno pergi ke kota sebelum kau hamil. Siapa yang percaya kau mengandung cucuku!”

Wulan segera keluar dari rumah orang tua Tarno. Ia tak kembali ke rumahnya. Ini bukan penolakannya yang pertama. Ia pergi mencari kotanya sendiri.

***

Wulan sedang menyesap kopinya saat Abdi, anaknya, pulang dari mengaji dan memberinya tanda tanya.

“Kenapa Ibu suka sekali kopi? Pahit kan?”

“Ada yang lebih pahit.”

“Apa?”

“Nanti, kalau kau sudah cukup dewasa, kau akan tahu sendiri.”

----------------------

Depok, Desember 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar