Minggu, 18 Juli 2010

Kelamin Bukan Penghalang



Pernah dianggap remeh hanya karena apa jenis kelaminmu? Aku punya cerita soal itu. Ada teman lelaki yang suka menari. Ia berlatih berhari-hari. Menari ke sana kemari. Lenggok sana lengggok sini. Putar kanan putar kiri. Hentakkan tangan dan kaki. Semakin sering ia menari semakin banyak yang memaki.

“Ngapain sih lo nari? Lo kan laki!”
“Eh, tahu ngga lo? Dia kan suka nari. Kaya banci aja deh!”
“Sekarang nari, nanti lama-lama mulai pakai bikini.”

Ada satu lagi teman. Perempuan. Ia gemar menentang. Terlebih soal kesetaraan gender yang timpang. Ia aktif menyuarakan pendapat. Soal pro bla bla bla atau kontra na na na. Ikut organisasi ini itu anu macam-macam lah pokoknya. Suatu waktu ia maju mencalonkan diri jadi ketua organisasi entah apa namanya. Rivalnya lelaki-lelaki muda yang merasa lebih pantas dipilih melancarkan serangan belakang lewat gosip murahan.

“Jangan pilih dia! Emang lo mau diperintah-perintah sama cewek?”
“Cewek bisa apa sih? Paling awalnya doang semangat!”
“Gue ngga mau punya ketua cewek! Pasti sensitif, secara lebih suka pakai perasaan. Apalagi kalau datang bulan.”

Sejak kapan kelamin mempengaruhi kemampuan seseorang? Toh, tarian tak mengenal jenis kelamin. Toh, banyak pemimpin dunia yang perempuan. Apa lelaki menari itu dosa? Apa perempuan jadi pemimpin itu dosa? Naif sekali mereka yang menganggap remeh kemampuan orang lain hanya karena jenis kelaminnya apa. Hei, ini era demokrasi! Katanya anak gaul harus beradaptasi dengan peradaban. Menyesuaikan diri dengan perkembangan. Percuma jika tampilan kalian amat sangat kekinian tapi pola pikir malah mundur jauh ke belakang.

Coba lihat Jacko, dia raja pop dunia yang hampir semua dari kalian menggemarinya. Dia lelaki dan dia menari. Apa kalian pernah mempermasalahkan gerakan moonwalk-nya hanya karena dia lelaki? Aku rasa justru banyak dari kalian yang juga lelaki menirukan gerakannya. Akuilah! Dan apakah Jacko terlihat seperti banci? Apa kalian yang tidak menari merasa lebih jantan ketimbang lelaki yang menari? Ini bukan soal tarian sebagai barometer kelaki-lakian seseorang. Ini soal keberanian menentukan pilihan. Keberanian mengikuti hasrat yang sejalan dengan kebisaan. Justru kalian yang gemar bergunjing di balik punggung orang lain lah yang banci. Maaf, kali ini aku benar memaki.

Kalian lupa pernah punya presiden perempuan? Aku ingatkan, Megawati namanya. Tentu ia jadi presiden bukan karena embel-embel nama bapaknya yang dulu juga presiden. Aku yakin banyak proses yang ditempanya sebelum akhirnya jadi presiden. Selama kepemimpinannya ia mampu jadi pepimpin yang baik dan ini bukan karena jenis kelaminnya. Ayolah, ini soal kemampuan dan kredibilitas. Bukan soal kelamin apa yang ada di antara selangkangan.

Bagian yang memuakkan adalah saat teman-temanku yang dianggap remeh itu berhasil dengan cara mereka sendiri. Mereka yang sebelumnya mencaci maki tralala trilili berebut simpati.

“Lo tahu ngga yang menang festival dansa kemarin? Keren banget yaa dia! Dia temen gue lho.”
“Ketua senat gue baru pulang dari Aussy lho. Dia ikut study banding di sana. Hebat yaa! Gue deket banget lho sama dia.”

Hahaha! Lucunya mereka. Kau tahu? Banyak hal yang lebih penting ketimbang menjadikan kelamin sebagai tolok ukur kemampuan seseorang. Jika nanti aku kaya raya banyak harta di mana-mana dan perusahaan rupa-rupa, aku tak akan pernah mencantumkan “diutamakan lelaki” atau “diutamakan perempuan” dalam syarat menjadi karyawan. Sungguh ini bukan bualan. Anggap saja harapan atau angan-angan atau apalah yang bisa kuamini. Jangan biarkan satu jenis kelamin mendominasi atau menindas jenis kelamin lainnya. Ayo kita nikmati keragaman ini dan berhenti menilai seseorang hanya berdasarkan jenis kelaminnya.

——————————————————————————
[AG] di kantor yang mulai tak ada nyaman, 05 Mei 2010
-ilustrasi diambil dari laman milik University of Massachusset
*Tulisan ini juga tayang di Baltyra dan Kompasiana.

9 komentar:

  1. Kamu kamu kamu sangat idealis, dan saya suka itu! 2 jempols!

    BalasHapus
  2. Kamu kamu kamu baik sekali mau berkunjung, dan saya suka itu, hehe :)

    Makasih mbakku ...

    BalasHapus
  3. Benar2 artikel yang bisa membuka mata lebar2 dan berpikir panjang, krn aku juga kadang spt itu, masih melihat kelamin. tapi stlh artikel ini memperjelas, bisa merubah segalanya. makasih sobat...

    BalasHapus
  4. Terima kasih Array
    Senang sekali jika apa yg saya tulis bisa berguna buat orang lain .

    Salam kenal :)

    BalasHapus
  5. Nice posting, semoga berhasil dlm writing contestnya ya :)

    BalasHapus
  6. hola..iya ak jg ngerasa KENA..soalnya ak jd cewek..emg nekad..jadi org suka mikir gmn gitu.heheh

    BalasHapus
  7. @Winny + @Dinda: Terima kasih udah mampir :)

    BalasHapus
  8. tapi dalam beberapa kasus, emang jenis kelamin memegang beberapa point penting kang, ga bisa gitu aja disamakan antara semua kelamin..

    BalasHapus
  9. saya rasa jenis kelamin seharusnya tidak jadi pertimbangan dalam hal pekerjaan, tetapi sejauh mana kemampuan yg dimilikinya :)

    saya menghargai perbedaan pendapat,
    terima kasih sudah mampir.

    BalasHapus